Brigjen Helfi menjelaskan bahwa akun-akun yang digunakan untuk menampung hasil perjudian ini kemudian dipindahkan, ditransfer, atau ditarik tunai untuk menyamarkan asal-usul uang tersebut, yang kemudian digunakan untuk membangun properti seperti Hotel Aruss.
“Rekening-rekening ini digunakan untuk menampung hasil judi online dan kemudian dialihkan melalui transaksi-transaksi untuk menyembunyikan asal usul uang tersebut,” ujar Helfi.
Baca Juga : Hari Libur dan Cuti Bersama yang Perlu Diketahui Masyarakat Indonesia di Tahun 2025
Selain menyita Hotel Aruss, Bareskrim Polri juga memblokir 17 rekening yang terlibat dalam transaksi judi online selama periode 2020-2022, dengan nilai total mencapai Rp72 miliar. Penindakan ini dilakukan melalui koordinasi antara Polri dan lembaga-lembaga terkait, termasuk Kejaksaan Agung, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Menko Polkam, OJK, serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
“Pemblokiran ini merupakan langkah untuk menghentikan aliran dana hasil tindak pidana perjudian online yang merusak sistem keuangan dan menguntungkan pelaku kejahatan,” tambah Helfi.
Helfi juga menjelaskan bahwa sindikat ini menggunakan teknik layering, yaitu menyembunyikan asal-usul uang dengan memindahkan dana melalui rekening-rekening nominee yang sengaja dibuka. Uang-uang tersebut kemudian digunakan untuk berbagai transaksi, termasuk investasi dalam properti seperti hotel.
“Tujuan dari semua ini adalah untuk mengaburkan jejak uang hasil judi online,” ungkap Helfi.
Baca Juga : Tiga Penalti, Dua Gol Jimenez: Fulham dan Ipswich Berbagi Poin Dramatis
Terkait penyitaan Hotel Aruss, manajemen hotel melalui penasihat hukumnya, Ahmad Maulana, memberikan klarifikasi. Menurutnya, pihaknya menghormati proses hukum yang sedang berjalan dan tidak akan menghalangi penyidikan yang dilakukan oleh Polri.
Ahmad menjelaskan bahwa papan pengumuman penyitaan yang dipasang oleh Bareskrim Polri pada 5 Januari 2025, hanya bertujuan untuk pengawasan dan penjagaan.