OPINI

Hukum di Bawah Tekanan Media Sosial: Tantangan Negara Hukum dalam Era Globalisasi

0

0

matajambi |

Selasa, 16 Des 2025 20:44 WIB

Reporter : Adri

Editor : Adri

Hukum di Bawah Tekanan Media Sosial: Tantangan Negara Hukum dalam Era Globalisasi - (internet)

Berita Terkini, Eksklusif di Whatsapp

+ Gabung

Penulis : Nindi Zumailia Lubis Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Negeri Jambi

Globalisasi yang ditandai dengan perkembangan teknologi informasi telah membawa perubahan besar dalam kehidupan sosial masyarakat. Media sosial tidak hanya berfungsi sebagai sarana komunikasi, tetapi juga berkembang menjadi ruang baru dalam pembentukan opini publik. Dalam konteks hukum, media sosial kerap menjadi arena penghakiman sosial terhadap suatu peristiwa hukum, bahkan sebelum proses hukum formal berjalan. Fenomena ini menunjukkan adanya pergeseran pola kepatuhan hukum masyarakat yang menarik untuk dikaji melalui perspektif sosiologi hukum.

Dalam sosiologi hukum, hukum dipahami sebagai salah satu instrumen kontrol sosial. Namun, di era digital, kontrol sosial tidak lagi dimonopoli oleh negara. Media sosial menghadirkan bentuk kontrol sosial informal yang sering kali lebih cepat dan efektif. Tekanan publik, viralitas, dan ancaman sanksi sosial membuat individu atau institusi lebih patuh terhadap tuntutan masyarakat digital dibandingkan terhadap aturan hukum formal.

Konsep living law yang dikemukakan oleh Eugen Ehrlich menjelaskan bahwa hukum yang hidup dalam masyarakat sering kali lebih berpengaruh dibandingkan hukum tertulis. Dalam konteks media sosial, nilai dan norma yang berkembang di ruang digital dapat dipahami sebagai bentuk “hukum yang hidup” baru. Selain itu, Lawrence Friedman menekankan pentingnya budaya hukum (legal culture) dalam menentukan efektivitas hukum. Budaya hukum masyarakat yang semakin digital membuat penegakan hukum formal kerap tertinggal oleh tuntutan publik di media sosial. Hal ini memperlihatkan adanya kesenjangan antara law in books dan law in action.

Dalam praktiknya, fenomena ini dapat dilihat dari berbagai peristiwa yang menjadi viral di media sosial, di mana seseorang atau suatu institusi langsung menerima sanksi sosial berupa kecaman publik, boikot, atau tekanan moral sebelum adanya putusan pengadilan. Respons cepat masyarakat digital tersebut menunjukkan bahwa kepatuhan terhadap tuntutan publik sering kali lebih didorong oleh rasa takut terhadap stigma sosial daripada ketaatan terhadap proses hukum formal.

Di satu sisi, media sosial dapat mendorong transparansi dan mempercepat respons aparat penegak hukum. Namun, di sisi lain, fenomena trial by social media berpotensi mengancam prinsip-prinsip negara hukum. Fenomena media sosial sebagai kontrol sosial baru menghadirkan sejumlah tantangan serius bagi penegakan hukum. Tantangan pertama adalah melemahnya prinsip praduga tak bersalah. Dalam banyak peristiwa yang viral, opini publik terbentuk dengan sangat cepat sehingga individu yang terlibat kerap dianggap bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Tantangan kedua berkaitan dengan tekanan publik terhadap aparat penegak hukum. Media sosial sering kali menciptakan tuntutan agar penegak hukum bertindak cepat demi merespons kemarahan publik, yang berpotensi memengaruhi independensi dan objektivitas penegakan hukum. Selanjutnya, tantangan ketiga adalah ketimpangan literasi hukum masyarakat digital. Arus informasi global yang cepat tidak selalu diiringi dengan pemahaman hukum yang memadai, sehingga narasi yang berkembang di media sosial cenderung bersifat simplifikasi, emosional, dan kurang mempertimbangkan kompleksitas hukum.

Fenomena media sosial sebagai kontrol sosial baru merupakan tantangan nyata bagi negara hukum di era globalisasi. Sosiologi hukum membantu memahami bahwa efektivitas hukum tidak hanya bergantung pada aturan tertulis, tetapi juga pada dinamika sosial yang berkembang dalam masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan keseimbangan antara respons hukum formal dan pengelolaan ruang digital agar hukum tetap berfungsi sebagai sarana keadilan, bukan sekadar alat legitimasi tekanan publik.

 

Sumber :

Share :

KOMENTAR

Konten komentar merupakan tanggung jawab pengguna dan diatur sesuai ketentuan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Komentar

BERITA TERKAIT


BERITA TERKINI


BERITA POPULER