Jambi - Masyarakat Desa Sungai Bungur, Kecamatan Kumpe, Kabupaten Muaro Jambi, kembali menggelar aksi protes terkait hak atas lahan seluas 1.500 hektare yang mereka yakini diperuntukkan untuk mereka sejak tahun 2002. Aksi ini dilakukan setelah serangkaian protes sebelumnya yang dimulai pada tahun 2022 hingga 2024 di berbagai instansi, termasuk Kantor Gubernur Jambi, DPRD Provinsi Jambi, dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) ATR Provinsi Jambi, 16 Januari 2025.
Aksi terbaru ini dilakukan di atas lahan yang saat ini dikelola oleh Koperasi Mekar Jaya, Koperasi Harapan Jaya, dan Koperasi Usaha Berkah, yang bekerja sama dengan PT Puri Hijau Lestari (PHL). Masyarakat mendesak pemerintah segera menyelesaikan sengketa lahan tersebut yang menurut mereka merupakan bagian dari hak redistribusi tanah berdasarkan keputusan BPN dengan Nomor 25-X1-2002.
Hatta, salah satu tokoh masyarakat Desa Sungai Bungur, menyampaikan keluh kesahnya.
"Kami masyarakat sudah lama berjuang mendapatkan lahan ini. Berdasarkan dokumen BPN tahun 2002, lahan ini seharusnya diperuntukkan untuk kami. Namun sampai sekarang, kami tidak pernah menerima lahan tersebut. Bahkan, lahan ini sudah digarap oleh PT PHL dan koperasi-koperasi tanpa sepengetahuan kami," ujarnya dengan nada kecewa.
Ia juga menambahkan bahwa perjuangan ini telah berlangsung selama bertahun-tahun.
"Jika pemerintah tidak bisa menyelesaikan masalah ini, kami meminta surat pembatalan hak atas lahan tersebut, agar anak cucu kami tidak lagi bergantung pada janji-janji kosong. Kalau tidak ada solusi, kami siap untuk bertahan dan melawan," tegasnya.
Pada aksi yang dilakukan pada 11 Desember 2024 lalu, pihak BPN ATR Provinsi Jambi mengeluarkan berita acara yang menyatakan bahwa tuntutan masyarakat tidak dapat dipenuhi karena adanya permasalahan dalam verifikasi data penerima manfaat. Menurut Kepala BPN Jambi, dari 320 nama yang diajukan, 139 orang sudah meninggal dunia, 70 orang tidak dikenal, dan beberapa lainnya ganda atau telah pindah domisili.
Suhendra, Kepala BPN ATR Provinsi Jambi, menjelaskan dalam wawancara singkat,
"Kami tidak menutup mata atas tuntutan masyarakat. Namun, verifikasi data menjadi kendala utama. Selain itu, saat kami ingin mengidentifikasi ulang lahan pada tahun 2022, kami mengalami penghadangan dari pihak koperasi. Namun, kami berkomitmen untuk menyelesaikan masalah ini dengan langkah-langkah yang sesuai hukum."
Lahan Skatol ini awalnya diajukan oleh masyarakat Desa Sungai Bungur pada tahun 1999, dan pengajuannya disetujui oleh BPN pada tahun 2002. Namun, berdasarkan hasil identifikasi pada tahun 2022, ditemukan bahwa sebagian besar lahan tersebut sudah dikelola oleh PT PHL dan koperasi-koperasi. Identifikasi lanjutan pada tahun 2024 berhasil dilakukan dengan pengawalan aparat keamanan.
Nurhayati, salah satu warga yang turut beraksi, mengungkapkan rasa kecewanya,
"Kami sudah lelah berjuang. Dulu kepala desa berjanji akan memperjuangkan hak kami, tapi nyatanya kami malah dipermainkan. Di mana keadilan untuk kami? Tanah ini adalah hak kami dan masa depan anak cucu kami," ucapnya sambil menahan tangis.
Masyarakat Desa Sungai Bungur berharap agar pemerintah segera mengambil langkah konkret untuk menyelesaikan masalah ini, baik melalui pembatalan hak atas lahan maupun redistribusi tanah kepada masyarakat. Mereka juga mengingatkan agar pemerintah tidak membiarkan konflik ini berlarut-larut hingga memicu ketegangan yang lebih besar.
"Kami hanya ingin hak kami dikembalikan. Jika pemerintah tidak bisa, setidaknya beri kami kejelasan. Jangan sampai kami terpaksa mengambil langkah yang lebih keras," tutup Hatta mewakili masyarakat Desa Sungai Bungur.
BPN ATR Provinsi Jambi menyatakan akan mengadakan ekspos data dalam waktu dekat untuk memastikan langkah hukum yang dapat diambil. Hingga saat ini, masyarakat Desa Sungai Bungur tetap bersikeras mempertahankan tuntutan mereka dan siap untuk terus berjuang.