Telepon dan Telegraf tidak lagi tersedia pada Mei 1932. Pemerintah Belanda memutuskan untuk mencabut tiang, kabel dan alat lainnya karena adanya pemotongan anggaran dan pengalihan jalur komunikasi dari Jambi ke Palembang melalui Lubuk Linggau. Jalur administrasi telepon yang diputus yaitu Moeara Tembesi - Loeboek Roesa, Moeara Boengo—Tanah Toemboeh dan Bangko—Soengai Manau. Padahal, Intercommunale Telefoon-mij sebagai perusahaan yang menangani proyek sambungan komunikasi baru saja membangun jaringan telepon Palembang - Muara Tembesi pada 1901. Kabar ini termuat dalam Surat Kabar De Locomotief edisi 3 Mei 1901. Pembangunan ini dikabarkan melibatkan sekitar 100 pekerja (dalam surat kabar disebutkan sebagai koelies - kuli).
De Djambische Volksbank te Djambi menjadi koleksi dengan seri A785 KITLV 88800. Berdiri sejak 1909, yaitu 4 tahun pasca Belanda secara resmi berkuasa di Jambi.
Suntikan dana sebesar 60.000 gulden (-+ Rp.500 juta) pada 3 Maret 1910 tercatat di Koran De Sumatra Post pada bagian Bank en Handelsvereeniging sebagai upaya perkembangan bank sentral Jambi dalam pelaksanaan transaksi perbankan. Sebulan kemudian pada 3 April 1910, Bank Sentral Jambi resmi dinyatakan sebagai lembaga berbadan hukum oleh Belanda. Nantinya juga akan berkembang menjadi Pandhuizen (pegadaian) dan Particulier Kredietwezen atau kredit rakyat yang dikelola oleh swasta. Pandhuizen hanya terdapat di Kota Jambi dan Kuala Tungkal.
Koleksi berikutnya yaitu KITLV 88808 berjudul Stoomschip aan de Betonsteiger te Djambi (Kapal Uap dan Pelabuhan Beton di Jambi). Tideman dalam bukunya berjudul Djambi, menginformasikan bahwa di residen Djambi, hanya terdapat 3 pelabuhan yaitu di Muara Sabak, Kuala Tungkal dan Jambi. Seorang perwakilan Departemen Pelabuhan dari Burgerlijke Openbare Werken (BOW - seperti Kementerian Pekerjaan Umum) yaitu J.A.M van Buuren menyebut pelabuhan di Djambi sebagai Haven Aangelegenheden in Zuid Sumatra (Pelabuhan Utama di Sumatera bagian selatan, bersama Palembang dan Bengkulu). Bahkan, Deli Courant edisi 2 November 1927 mewartakan hingga 2 halaman mengenai pembetonan dermaga Djambi. Hal ini menggambarkan begitu pentingnya pelabuhan ini bagi distribusi komoditas unggulan dari Jambi dan sebaliknya. Tulisan “Djambi” pada bagian atap bangunan terlihat sangat ikonik dan mempertegas lokasi bangunan yang berada di Jambi.
Bibliotheek van de Gouvernement Inlandsche School der 2e klasse te Djambi terlihat pada koleksi KITLV-88813. Terdapat satu bangunan dengan dua pintu yang didepannya terdapat sekitar 16 anak-anak di bawah plang nama Volks Bibiliotheek “Taman Poestaka”. Di ujung lainnya terdapat plang nama yang menunjukkan kelas 2.
Taman bacaan rakyat ini merupakan jelmaan dari Muhammadiyah sebagai lembaga dibawah naungan Komisi Bacaan Rakyat (Commissie voor de Volkslectuur-KBR). Balai Pustaka mendapat kepercayaan dari Pemerintah Belanda untuk mengurus hal berkaitan dengan bacaan bagi pribumi yang berkembang pesat hingga ke Sumatera awal abad XX. Napas Muhammadiyah sangat terasa dalam semangat pendidikan Jambi masa kolonial. Sezaman pada tahun ini, terdapat dokumentasi sekolah pribumi lainnya di Bebeko (Muara Bungo) yang diambil pada 1 November 1927.
Di Jambi berdiri pabrik es dengan nama Djambische Ijsfabriek Bie Tjiang and Co. Perusahaan Chinesse ini terdaftar dalam Handbook Cultuur en Handelsondernemingen yang berdiri sejak 1907 dengan CEO-nya adalah Lim Kwat Tjiang dengan nilai perusahaan sebesar f 300 (300 gulden kala itu). Pasca kemerdekaan, Pabrik Es di Jambi bahkan diwartakan oleh Java Bode pada bagian Industrie in Zuid Sumatra yang dapat memproduksi 14 (empat belas kali lipat) dari jumlah produksi sebelumnya. Jumlah produksi yang meningkat ini juga diakibatkan karena ada maintenance pabrik es di Palembang.
Terdapat beberapa gambar lain dalam album A785 yang dalam keterangannya menyatakan foto tersebut berada di Jambi. Namun, diperlukan penelusuran lebih lanjut mengenai validitas gambar tersebut agar dapat disajikan dalam bentuk narasi. Beberapa foto yang tersedia dan dapat diakses dalam album ini adalah Gebouw van de Landraad te Djambi (Gedung Dewan Pertanahan di Jambi), Kantor Paket, Kantor Bea Cukai, Kantor Dagang Maluku, Kantor Dagang Kalimantan, Klenteng Hok Te, Masjid Olak Kemang dan Sekolah di Tanjung Pasir (Seberang Kota Jambi).
Koleksi foto ini menggambarkan secara visual mengenai eksistensi Jambi dalam sirkulasi perdagangan di Pantai Timur. Sejatinya, tidak ada klaim sepihak yang menggunakan predikat terbesar, terluas, pertama dan glorifikasi lainnya atas penetrasi yang dilakukan Belanda di Jambi. Secara pasti, Jambi adalah urat nadi bagi Belanda dalam hegemoni perdagangan rempah abad XX melalui Sungai Batanghari yang membentang dari Sumatera Westkust hingga bermuara di Muara Sabak, Tanjung Jabung Timur.
Oleh : Chairul Wahyudi
Guru Sejarah di MAN Insan Cendekia Jambi
Supervisor of Student Research Center (Sturec) MAN IC Jambi