Bahkan di negara tersebut tidak hanya melarang wanita berhijab tapi juga secara informal melarang pria berjanggut lebat, dengan adanya laporan bahwa polisi secara paksa mencukur ribuan janggut selama satu dekade terakhir.
Baca Juga : Hasil Copa America: Kanada Berhasil Tumbangkan Peru dengan Skor Tipis 0-1
Dengan peraturan yang berada di negara tersebut membuat Organisasi hak asasi manusia mengkritik larangan hijab di Tajikistan sebagai pelanggaran kebebasan beragama.
Dengan lebih dari 98% populasi Muslim, undang-undang tersebut kemungkinan akan menghadapi penolakan yang signifikan dari masyarakat Tajikistan ketika undang-undang tersebut mulai berlaku.
Untuk di ketahui Mayoritas Muslim di Tajikistan Bermahzab Hanafi Melansir Global Religiou Futures, populasi umat Islam mencapai 96,4%, dibandingkan dengan jumlah pengikut Kristen mencapai 1,8%.
Mayoritas Umat Islam di Tajikistan bermahzab Hafani. Sebelum penaklukan Arab pada awal abad ke-7, pemujaan agama dasar masyarakat yang tinggal di wilayah Tajikistan adalah Zoroastrisme, Manikheanisme, Budha dan Hindu serta Kristen Nestorian dan Yudaisme.
Baca Juga : Ini Update Klasemen Peringkat ke 3 Terbaik Euro 2024, Negara Manakah yang Lolos, Cek Disini
Invasi Arab membawa "islamisasi" menyeluruh atas wilayah tersebut yang selesai pada pertengahan abad ke-11. Namun sebelumnya, pada abad ke-7, setelah wafatnya Nabi Muhammad, Islam telah terpecah menjadi beberapa cabang dengan Sunni dan Syiah sebagai yang paling penting.
Pengikut Syi'ah - Syi'ah hanya mengakui khalifah keempat Ali, sepupu dan menantu Nabi Muhammad SAW, sebagai ahli waris sah Nabi Muhammad SAW, serta keturunannya. Pada gilirannya Syiah dibagi lagi menjadi beberapa cabang. Misalnya, kaum Ismailiyah, yang sebagian besar tinggal di wilayah Gorno-Badakshan. Nama tersebut berasal dari Ismail, putra Jafar as-Sadik, imam keenam, dan ketua komunitas Syiah.