SEOUL, MATAJAMBI.COM - Pemerintah Korea Utara di bawah Kim Jong-un telah mengirim ribuan tentaranya untuk berpartisipasi dalam perang di Ukraina bersama pasukan Rusia. Sebagian besar dari ribuan tentara yang dikirim ini diperkirakan masih berusia muda, dan pengamat memperkirakan kurangnya pengalaman serta ketidaktahuan mereka mengenai medan perang akan menjadi kelemahan utama.
Militer Rusia diduga akan menempatkan pasukan Korea Utara di medan pertempuran paling brutal di Ukraina. Hal ini menimbulkan spekulasi bahwa banyak tentara muda ini mungkin tidak akan kembali dalam kondisi hidup.
Lee Wong-gil, seorang pembelot Korea Utara yang pernah bertugas di unit khusus Storm Corps—salah satu unit yang dikirim ke Rusia mengungkapkan bahwa bagi para tentara muda Korea Utara, kesempatan bertempur untuk Rusia dianggap sebagai kebanggaan dan kehormatan. Menurutnya, para tentara muda ini melihat tugas ini sebagai kesempatan, tanpa benar-benar memahami risiko yang dihadapi. “Mereka terlalu muda untuk mengerti apa artinya ini. Mereka sekadar menganggap dipilih untuk diterjunkan ke Rusia di antara sekian banyak tentara Korea Utara adalah sebuah kehormatan,” ujar Lee, seperti dikutip dari Associated Press.
Selain dianggap sebagai kehormatan, tentara Korea Utara yang bertugas di Rusia kemungkinan besar akan menerima perlakuan khusus dari rezim Kim Jong-un, seperti tunjangan dan dukungan bagi keluarga yang ditinggalkan. Namun, Ahn Chan-il, seorang mantan tentara Korea Utara dan kepala lembaga World Institute for North Korean Studies, menyebut tindakan Kim Jong-un ini sebagai “perjudian besar.” Ahn menilai bahwa kerja sama ini memberikan keuntungan finansial bagi Korea Utara dan dukungan keamanan dari Rusia. Akan tetapi, risiko kehilangan nyawa para tentara bisa menjadi kerugian politis bagi rezim Kim Jong-un, terutama jika banyak tentaranya terbunuh di Ukraina.
Baca Juga : Kecelakaan Mobil Stasiun TV One di Tol Pemalang-Batang, Berikut Data Korban Meninggal Dunia
Menurut intelijen Korea Selatan, sekitar 3.000 tentara Korea Utara telah dikirim ke Rusia, dan angka ini diperkirakan meningkat hingga 10.000 orang pada Desember 2024. Pengiriman tentara ini dinilai sebagai langkah eskalatif yang menambah ketegangan di tengah perang yang sudah berlangsung hampir tiga tahun. Pemerintah Korea Selatan juga khawatir Korea Utara akan meminta imbalan berupa teknologi persenjataan dari Rusia sebagai kompensasi atas bantuan militer tersebut.*