Namun, para mantan penyidik KPK seperti Novel Baswedan berpendapat bahwa pengalaman dan pengetahuan yang mereka miliki justru menjadi aset berharga bagi KPK. Mereka yakin bahwa dengan keahlian yang dimiliki, mereka dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Pengalaman kami selama bertahun-tahun di KPK seharusnya menjadi nilai tambah. Kami paham betul tantangan yang dihadapi oleh lembaga ini dan memiliki komitmen yang kuat untuk memperkuat KPK," tambah Novel.
Baca Juga : Kaesang Pangarep Memenuhi Syarat Calon Kepala Daerah Menurut NasDem: Persiapan Pilkada Jakarta 2024
Hambatan lainnya adalah proses seleksi yang sering kali dianggap politis dan tidak sepenuhnya transparan. Beberapa mantan penyidik KPK merasa bahwa ada kepentingan tertentu yang bermain dalam seleksi capim KPK, sehingga sulit bagi mereka untuk bersaing secara adil.
"Seleksi capim KPK seharusnya dilakukan dengan transparan dan bebas dari intervensi politik. Hanya dengan cara ini, kita dapat memastikan bahwa yang terpilih adalah orang-orang yang benar-benar berkomitmen dan berintegritas," tegas seorang mantan penyidik KPK yang enggan disebutkan namanya.
Dalam upaya mengatasi hambatan-hambatan ini, Novel Baswedan dan rekan-rekannya telah mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait batas usia minimal capim KPK. Mereka berharap bahwa MK dapat menggelar sidang dan memberikan putusan yang adil sebelum proses pendaftaran capim KPK ditutup.
Meskipun menghadapi berbagai hambatan, semangat dan tekad Novel Baswedan serta mantan penyidik KPK lainnya tetap tinggi. Mereka yakin bahwa dengan perubahan aturan yang lebih inklusif, KPK dapat memiliki pimpinan yang lebih beragam dan mampu menghadapi tantangan korupsi dengan lebih efektif.*