Perilaku ini jauh lebih kompleks daripada sekadar mengoleksi barang dan dapat mengganggu kehidupan sehari-hari, menyebabkan kekacauan, infestasi hama, dan kondisi lingkungan yang tidak sehat.
Baca Juga : Pencarian Putus Asa Mahasiswi Jambi: Browsing Cara Bunuh Diri Sebelum Tragedi
Penderita hoarding disorder memiliki keterikatan emosional dengan barang-barang yang disimpan, sehingga merasa terganggu jika ada orang yang mencoba membersihkan atau merapikan ruangannya. Barang yang disimpan sering kali tidak memiliki nilai dan menyebabkan masalah kebersihan serta terlihat jorok.
Penyebab Hoarding Disorder
Penyebab pasti hoarding disorder belum diketahui, namun para ahli di Cleveland Clinic mengemukakan bahwa kondisi ini mungkin disebabkan oleh gangguan kognitif yang mempengaruhi kemampuan perencanaan, pemecahan masalah, belajar visuospasial, perhatian, dan memori kerja. Selain itu, hoarding disorder sering dikaitkan dengan gangguan kesehatan mental lainnya, seperti:
- Gangguan Kepribadian Obsesif-Kompulsif (OCPD)
- Gangguan Obsesif-Kompulsif (OCD)
- Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (ADHD)
- Depresi
- Demensia
- Skizofrenia
- Gangguan Kecemasan
Faktor risiko lainnya meliputi riwayat keluarga dengan hoarding disorder, cedera otak, pengalaman traumatis, kebiasaan belanja impulsif, dan penyalahgunaan zat. Lingkungan yang berantakan selama masa kecil atau kesulitan ekonomi juga dapat berkontribusi.
Baca Juga : Peringati 10 Muharram, Gubernur Al Haris Santuni 2.185 Anak Yatim
Gejala dan Diagnosis
Gejala awal hoarding disorder meliputi kebiasaan menyimpan barang secara berlebihan dan kesulitan membuang barang yang tidak diperlukan. Penderita mungkin merasa cemas saat harus membuang barang, sulit mengambil keputusan, dan merasa tertekan jika barangnya disentuh orang lain. Kondisi ini bisa menyebabkan isolasi dan gangguan fungsi sehari-hari.
Pengobatan dan Penanganan