MATAJAMBI.COM - Sebanyak 41 jemaah haji khusus asal Indonesia telah menginjakkan kaki di Arab Saudi pada Selasa, 13 Mei 2025, untuk melaksanakan ibadah haji.
Kedatangan mereka menandai dimulainya gelombang jemaah haji non-reguler atau haji plus yang mendapatkan layanan istimewa dari Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK).
Berbeda dengan jemaah haji reguler yang seluruh proses dan pelayanannya diatur langsung oleh pemerintah, jemaah haji khusus dilayani oleh pihak swasta yang telah memiliki izin sebagai PIHK.
Meski begitu, pemerintah tetap melakukan pengawasan ketat guna memastikan semua hak jemaah terpenuhi sesuai dengan kontrak pelayanan.
Baca Juga: Jemaah Haji Khusus Tiba Lebih Dulu di Makkah, Ini Bedanya dengan Haji Reguler
Kepala Daerah Kerja (Daker) Bandara, Abdul Basir menjelaskan bahwa sistem haji khusus lebih fleksibel dalam hal waktu keberangkatan. Tidak seperti haji reguler yang mengikuti jadwal dari Kementerian Agama, jemaah haji khusus dapat tiba lebih awal, di pertengahan musim, atau menjelang wukuf di Arafah.
“Fleksibilitas waktu menjadi salah satu keunggulan haji khusus. Mereka menggunakan penerbangan reguler dan datang di waktu yang bervariasi. Namun sejak mendarat hingga kembali ke Tanah Air, kami tetap memantau seluruh prosesnya,” kata Abdul Basir pada Rabu, 14 Mei 2025.
Tahun ini, total kuota untuk jemaah haji khusus Indonesia ditetapkan sebanyak 17.680 orang, atau sekitar 8 persen dari keseluruhan kuota nasional. Penetapan ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah.
Dikenal pula sebagai ONH Plus, haji khusus menawarkan berbagai fasilitas tambahan dibandingkan haji reguler. Selain waktu tunggu yang jauh lebih singkat yakni antara 5 hingga 7 tahun dibandingkan haji reguler yang bisa mencapai dua dekade jemaah haji khusus juga menikmati layanan premium.
Baca Juga: Tragis! Mobil Tertimpa Pohon di Jambi, Korban Tewas Diduga Anggota Polisi
Salah satu keunggulan utama yang ditawarkan adalah akomodasi yang lebih dekat ke Masjidil Haram di Makkah maupun Masjid Nabawi di Madinah. Hotel tempat mereka menginap umumnya bertaraf bintang empat atau lima, lengkap dengan fasilitas pendukung kenyamanan selama menjalankan ibadah.
Selain akomodasi, PIHK juga wajib menyediakan transportasi sesuai standar dan layanan selama puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Tim dari Bidang Pengawasan PIHK Kementerian Agama bertugas untuk menilai apakah semua aspek pelayanan tersebut sesuai kontrak.
“Pemerintah bertanggung jawab mengawasi agar semua fasilitas mulai dari bus, hotel, hingga layanan saat puncak ibadah berjalan sesuai kesepakatan. Hal ini penting agar tidak ada jemaah yang merasa dirugikan,” jelas Abdul Basir.
Di sisi lain, biaya yang dibayarkan jemaah haji khusus tentunya lebih tinggi dibandingkan jemaah reguler. Namun hal tersebut sebanding dengan pelayanan dan kenyamanan ekstra yang mereka terima.