Hukum

Sumur Minyak Ilegal di Tahura Senami Terbakar Berbulan-bulan, Muncul Dugaan Permainan Fee 30 Persen demi Tutupi Jejak

0

0

matajambi |

Rabu, 16 Apr 2025 18:58 WIB

Reporter : Adri

Editor : Adri

Caption Gambar

Berita Terkini, Eksklusif di Whatsapp

+ Gabung

BATANGHARI, MATAJAMBI.COM – Kebakaran sumur minyak ilegal di kawasan konservasi Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Thaha Syaifuddin, Dusun Senami, Desa Jebak, Kecamatan Muara Tembesi, Kabupaten Batanghari, terus menjadi sorotan publik.

Ledakan yang disusul kobaran api besar diduga berasal dari sumur milik seorang pemain minyak ilegal berinisial Sitanggang. Api diketahui telah menyala selama hampir dua bulan tanpa bisa dipadamkan hingga pertengahan April 2025.

Tak hanya mengancam nyawa dan keselamatan warga, aktivitas pengeboran liar ini juga menimbulkan kerusakan lingkungan yang parah.

Beberapa titik hutan di sekitar Tahura mengalami kebakaran, saluran air tercemar, serta berpotensi membahayakan keanekaragaman hayati yang ada di dalam kawasan konservasi tersebut.

Baca Juga: JBC Komitmen dengan 4 RT Sekitar untuk Pencegahan Banjir melalui Pembentukan Satgas Kebersihan Drainase

Sebelumnya, insiden serupa juga terjadi di sumur milik Kiting yang berhasil dipadamkan dan kini telah dipasangi garis polisi oleh pihak berwenang. Namun berbeda halnya dengan sumur Sitanggang, api di lokasi tersebut masih menyala dan upaya pemadaman terus dilakukan secara bertahap oleh tim gabungan.

Dugaan kian menguat bahwa insiden ini bukan sekadar musibah biasa. Berdasarkan informasi yang dihimpun dari berbagai sumber, muncul isu adanya kesepakatan bayaran sebesar 30 persen dari hasil produksi minyak ilegal sebagai kompensasi kepada pihak-pihak tertentu.

Dana ini disebut-sebut digunakan untuk memuluskan jalan pemadaman api, menghapus status buronan (DPO) pemilik sumur, serta membungkam pemberitaan media yang mengangkat isu ini ke publik.

"Pembayaran fee 30 persen itu katanya akan dibagi dua, setengah untuk membungkam media lokal di Batanghari, dan sisanya untuk pihak tertentu di Jambi. Tujuannya supaya kasus ini tidak lagi diberitakan dan nama Sitanggang bisa dicabut dari daftar pencarian orang," ungkap salah satu sumber yang enggan diungkap identitasnya.

Baca Juga: Kepergian Titiek Puspa Masih Menyisakan Duka Mendalam, Sang Putri: 'Jiwanya Masih Melekat di Hati Kami'

Berdasarkan keterangan resmi dari Polda Jambi, hingga kini sedikitnya empat orang telah masuk dalam daftar buronan, yakni Sitanggang, DK, KT, dan IG. Mereka diduga sebagai pemilik dan pemodal utama dalam praktik pengeboran ilegal di wilayah Tahura. Polisi terus melakukan pengejaran, sementara penyelidikan diperluas guna mengungkap jaringan yang terlibat.

Kehadiran anak dari Sitanggang di lokasi juga memperkuat dugaan bahwa operasi di lapangan masih dikendalikan oleh pihak keluarga, meski sang pemilik belum juga muncul. Di sisi lain, warga sekitar resah karena takut kobaran api yang tak kunjung padam bisa menyebar ke permukiman, terlebih saat angin bertiup kencang.

Pihak relawan dan aparat gabungan yang turun ke lokasi sejak 8 Maret lalu telah berupaya keras memadamkan api, termasuk dengan metode pendinginan dan penutupan sumur sementara. Namun kondisi tekanan gas dan minyak yang tinggi membuat proses pemadaman menjadi sangat sulit.

Tak hanya merusak alam dan mengancam nyawa, keberadaan sumur-sumur ilegal ini juga telah mengganggu ekosistem dan mencemari aliran sungai kecil yang melintasi kawasan hutan. Pemerintah daerah dan pihak konservasi pun didesak untuk bertindak lebih tegas dalam menangani aktivitas ilegal di kawasan konservasi.

Share :

KOMENTAR

Konten komentar merupakan tanggung jawab pengguna dan diatur sesuai ketentuan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Komentar

BERITA TERKAIT


BERITA TERKINI


BERITA POPULER