BATANGHARI, MATAJAMBI.COM – Puluhan warga Desa Sukaramai, Kecamatan Muara Tembesi, Kabupaten Batanghari, Jambi, melakukan aksi nekat dengan menahan dua unit tongkang pengangkut batu bara di Sungai Batanghari pada Senin, 27 April 2025.
Aksi ini dipicu oleh kekesalan warga terhadap aktivitas tongkang batu bara yang sering parkir sembarangan di tepi sungai. Kondisi ini memperparah abrasi di sepanjang bantaran Sungai Batanghari, mengancam lahan milik warga yang terus tergerus.
Pantauan di lokasi menunjukkan deretan tongkang batu bara bersandar di tepian sungai, dengan beberapa unit diikatkan ke pohon-pohon besar yang kini tampak miring dan hampir tumbang akibat terjangan abrasi.
Kerusakan ini sudah berlangsung cukup lama, namun tak kunjung mendapatkan solusi dari pihak terkait.
Baca Juga: Tragis, PNS di Kota Jambi Ditemukan Tewas Gantung Diri di Dalam Kamar, Tinggalkan Wasiat Ini!
Salah satu warga, Ismar, yang mewakili enam pemilik lahan di Sukaramai, mengungkapkan bahwa persoalan ini telah terjadi sejak dua tahun terakhir. Namun, berbagai upaya warga untuk meminta penyelesaian justru diabaikan oleh para pelaku usaha.
"Masalah ini sudah kami keluhkan sejak dua tahun lalu. Kami sudah capek seperti mengusir hewan liar, diusir satu datang lagi, tetap saja mengikatkan tongkang mereka di tanah kami," kata Ismar.
Menurutnya, upaya penahanan dua tongkang yang dilakukan warga merupakan bentuk protes karena kerusakan lahan yang terus bertambah. Kedua tongkang tersebut kini diamankan dengan tali di pohon-pohon di sepanjang tepi sungai.
"Kami menahan dua tongkang yang bersandar karena kami ingin mereka semua bertanggung jawab. Kalau hanya satu yang ditahan, mereka beralasan kenapa hanya dia yang dipermasalahkan. Jadi kami tahan semuanya," tegasnya.
Baca Juga: Wabup Muaro Jambi Dorong Optimalisasi Pelayanan KBKR di Tempat Kerja, Targetkan Kesejahteraan Masya
Ismar juga menambahkan bahwa dari enam pemilik tanah, masing-masing telah kehilangan sekitar tujuh tumbuk (satuan ukuran tanah) akibat abrasi sungai.
Akibatnya, luas lahan yang tercatat dalam surat kepemilikan tanah mereka mengalami penyusutan drastis.
Tak hanya itu, warga juga mengaku kesulitan mengidentifikasi siapa yang bertanggung jawab langsung, karena tidak ada satu pun pihak yang mau mengaku. Hal ini membuat warga mendesak semua pelaku usaha batu bara di jalur sungai tersebut bertanggung jawab bersama.
"Kalau ditanya siapa pelakunya, pasti saling lempar tangan. Karena itu, kami minta semuanya ikut bertanggung jawab," ujar Ismar.